Arsip Blog

Senin, 25 Juli 2016

Mendeteksi Penyebab Stres pada Anak

Banyak orang yang percaya bahwa masa anak-anak dan remaja adalah masa yang penuh kenangan dan kebahagiaan. Mereka menganggap bahwa seorang anak atau remaja mustahil mengalami stres, karena mereka belum mencari nafkah atau memikirkan masalah keluarga. Pada hal sebenarnya anak-anak berpotensi lebih sering mengalami stres dari pada orang dewasa.

Pada masa tertentu, anak akan merasa stres. Namun Rebecca Baum, M. D., asisten profesor klinik anak di Nationwide Children's hospital mengatakan, "Stres merupakan bagian dari perkembangan anak karena mengalaminya akan menimbulkan koneksi baru dalam otak anak."

Kata stres adalah salah satu kata yang banyak diucapkan orang pada masa kini. Stres diartikan sebagai pengalaman emosi yang tidak nyaman, yang diikuti oleh perubahan biokimia, psikologis, dan perilaku. Pada dasarnya, stres bermanfaat bagi tubuh. Stres adalah mekanisme tubuh untuk berjaga-jaga kondisi genting. Saat stres, biasanya orang akan merasa memiliki banyak energi dan dorongan, bangkit semangatnya di luar kesadaran. Namun, jika stres berlebihan dan berkepanjangan akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak kita. Oleh karena itu, apabila orang tua mengetahui anaknya mengalami perubahan fisik maupun psikis yang menunjukkan gejala stres segeralah ditindaklajuti dicari penyebab dan solusinya. Ini penting agar anak dapat segera dientaskan dari penderitaan psikis, sehingga mereka dapat tumbuh kembang dengan penuh keceriaan.

Berikut ini beberapa faktor penyebab stres pada anak, antara lain:

Pertama, idealisme orang tua. Penyebab stres yang paling utama pada anak sekolah adalah hal yang berhubungan prestasi akademik yang ditargetkan oleh orang tua. Awalnya memang target itu dimaksudkan untuk memberi motivasi. Tekanan yang diberikan oleh orang tua agar anak harus berprestasi tinggi dapat berubah dari motivasi menjadi beban psikologis anak. Ambisi besar orang tua akhirnya malah memberatkan anak. Demi ambisinya, anak pulang dari sekolah langsung dibebani harus ikut les setiap hari. Nah, apabila prestasi yang telah ditargetkan tadi tidak tercapai, maka terjadilah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Keadaan ini makin membuat anak tertekan, masih diperkuat lagi cemoohan di lingkungannya, bisa dari guru, teman, atau bahkan orang tuanya yang telah pasang target tadi.

Kedua, beban belajar yang berat dari sekolah. Kenyataan banyak siswa yang megeluhkan beratnya beban belajar dari sekolah. Rata-rata setiap hari siswa menerima empat sampai lima pelajaran, dan masing-masing pelajaran ada pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru mapel tersebut. Setiap malam seharusnya mereka belajar untuk pendalaman materi pelajaran esok hari, namun setip malam tidak bisa fokus belajar karena harus mengerjakan tugas yang diterima kemarin lusa. Pada hal selesai sekolah anak harus ikut eskul, kursus atau les ditempat lain, bagaimana anak tidak stres? Pola seperti ini tentu tidak sehat, karena anak-anak selain membutuhkan jam belajar, juga membutuhkan jam bermain untuk keseimbangan mental mereka. Jam belajar yang terlalu banyak dapat menyebabkan kejenuhan yang justru dapat menurunkan performa belajar mereka.Para orang tua dalam pekerjaannya tahu bahwa mereka sendiri butuh hiburan, namun mereka seringkali lupa bahwa anak mereka juga butuh hiburan.

Ketiga, penyebab stres yang lain, berkaitan dengan teman-temannya, karena anak usia sekolah biasanya lebih banyak berorientasi kepada temannya. Ketidakmampuannya mengikuti tingkah laku teman-temannya, menjadi sumber stres tersendiri. Misalnya, temannya sudah mempunyai HP model terbaru, sedang dia HP-nya masih jadul, atau kelengkapan sekolah lain yang dia miliki jauh ketinggalan dari teman-temanya. Dalam pergaulan sekolah anak-anak sudah memiliki tuntutan mengikuti tren teman-temannya. Bila masalah seperti ini tidak diperhatikan, akan memunculkan kesenjangan sosial. Anak yang tertinggal dari temannya akan merasa rendah diri, minder sehingga anak akan malas belajar.

Keempat, stres juga bisa terjadi lantaran hubungan anak dengan orang tua kurang intensif. Anak berharap orang tua ada dirumah tapi kenyatannya kedua orang tuanya sibuk bekerja sampai sore, sehingga mereka merasa kurang mendapat perhatian. Apa lagi kalau orang tua broken home, anak menjadi tidak teruruss, mereka bingung ke mana harus berlabuh. Hal tesebut juga bisa menyebabkan stres pada anak. Untuk itu, harus dijaga intensitas hubungan yang positif antara anak dengan orang tua, sebab,keharmonisan hubungan anak dengan orang tua akan memperkecil kemungkinan terjadi stres pada anak.

Kelima, pola asuh orang tua yang keliru juga dapat memicu stres pada anak. Anak yang dibesarkan dengan penuh toleransi dan kasih sanyang akan berbeda dengan anak yang selalu dimarahi, dicemooh, atau tidak diperhatikan.

Referensi:
Ibnu Nizar, Imam Ahmad,2009, 5 Terobosan Dahsyat Menyulap Si Kecil Jadi Luar Biasa,Yogyakarta Gerailmu
www.panadol.com/id/
www.wedaran.com/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar