Arsip Blog

Rabu, 23 Maret 2016

KEAGUNGAN AKHLAK ROSULULLAH


Rosulullah Saw adalah teladan yang baik sebagai contoh dalam segala hal. Akhlaknya adalah contoh untuk individu kelompok dan bukti yang kuat akan kenabiannya. Dengan manhaj rabbani yang diwahyukan kepadanya, beliau mampu membangun satu umat dan menegakkan satu peradapan yang mustahil bisa diserupai pada masa itu. Penopang-penopang tersebut dibangun di atas fondasi akhlak yang mulia. Oleh karena itu, beliau bersabda:
 “Aku ini diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi) 

Dan cukuplah kemuliaan Nabi Saw ini terbukti dengan kesaksian Allh Swt akan keagungan akhlak beliau. Allah berfirman: 

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

 “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam, 68 : 4) 

Kesaksian yang agung dari Allah tentang nabi-Nya ini adalah bukti bahwa akhlak beliau adalah akhlak yang agung sejak Allah menciptakannya. Oleh karena itu, beliau terkenal di antara kaumnya sebagai orang yang jujur dan terpercaya. Tidak ada seorang pun dari mereka yang berani menyebutya sebagai pendusta atau penkhianat. Banyak orang baik dari kalangan musuh maupun para sahabatnya yang terpesona dengan akhlak beliau. Dan disebabkan oleh akhlaknyalah sebagian mereka pun masuk Islam. 

Marilah kita simak kesaksian Raja Oman yang sezaman dengan Rosulullah Saw. Yaitu Al-Julandi yang terpesona dengan akhlak Rosulullah Saw. Ketika itu dalam misi dakwah Rosulullah mengutus ‘Amr bin Al-Ash untuk mengirim surat kepada Al-Julandi yang berisi ajakan untuk memeluk agama Islam. Setelah selasai membaca ia berkata,
 “Demi Allah, nabi yang ummi (buta huruf) ini tidaklah memerintahkan sesuatu, kecuali ia pasti yang pertama kali melakukannya. Dan tidaklah ia melarang sesuatu kecuali ia yang pertama kali meninggalkannya. Sesungguhnya jika ia menang, ia tidak merendahkan dan jika ia kalah, ia tidak gelisah. Ia penuhi semua perjanjian dan ia lakukan semua yang dijanjikan, dan aku mengakui ia adalah seorang nabi.”

 Di antara bentuk keagungan akhlak Rosulullah Saw. adalah sifat akhlaknya yang integral dan serasi. Satu sisi dari akhlaknya tidak mengalahkan sisi lainnya. Kesabarannya sama dengan keberaniannya, amanahnya sama dengan kedermawanannya, kejujurannya sama dengan kesantunannya. Keserasian akhlak seperti ini tidak ada satu pun yang memilikinya selain Muhammad Rosulullah Saw. Dan yang menjadi sumber utama akhlak Rosulullah adalah Al-Quran. Sebab, Al-Quran telah menambahkan kesempurnaan akhlak dan keindahan etika beliau. Yaitu, melalui pengarahannya kepada setiap kebaikan dan bimbingannya kepada setiap kebajikan, sehingga Rasulullah menjadi Al-Quran yang berjalan di atas muka bumi ini yang tercermin dalam perbuatan dan perkataan beliau. Oleh karena itu, ‘Aisyah, Ummul Mukmunin ra. ketika ia ditanya oleh Sa’ad bin Hisyam bin ‘Amir tentang akhlak Rasulullah, dia balik bertanya, “Tidakkah engkau membaca Al-Quran?” Sa’ad menjawab, “Tentu.” “Aisyah berkata, “Sesungguhnya Akhlak Nabi Saw adalah Al-Quran,” (HR. Muslim, Abu Daud, An-Nasa’I, dan Ahmad). 

 Keagungan Akhlak beliau tidak hanya tampak di rumahnya, tetapi juga di dalam pergaulan keseharian, beliau tidak pernah mengucilkan orang fakir, mengasihi orang miskin, dan juga berbaur dengan para budak. Beliau selalu menebar senyum kepada siapa saja yang dijumpai termasuk kaum non muslim. Bahkan, beliau memperlakukan musuh-musuhnya dan orang-orang yang membencinya dengan perlakuan yang penuh kasih. 

Abu Sofyan sebagai pemimpin kaum musyrikin sebelum masuk Islam, telah menjadi saksi akan keindahan akhlak beliau. Setelah memeluk Islam, Abu Sofyan berkata, “Demi Allah, sesungguhnya engkau orang yang sangat mulia. Aku telah memerangimu, maka sebaik-baik orang berperang adalah engkau. Kemudian, aku telah berdamai denganmu, maka sebaik-baiknya orang berdamai adalah engkau. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”(Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Ma’rifatush Shahabah: 3/1509).

Senin, 21 Maret 2016

7 Ciri Istri Sholihah dalam Al-Qur'an dan Sunah


Dalam budaya Jawa yang dahulu sangat populer apabila seorang ingin mencari calon istri atau suami selalu berpedoman pada pola 3B, yaitu bibit, bobot, dan bebet. Bibit, artinya seseorang yang akan dipilih sebagai colon istri atau suami harus berasal dari garis keturunan yang jelas. Misalnya, dari keturunan bangsawan, atau keturanan pejabat, atau keturunan pegawai, atau keturunan orang-orang kaya. Bobot, artinya calon istri atau suamiitu harus dari keluarga kaya yang mempunyai banyak harta. Bebet, artinya calon pasangan haruslah yang berparas tampan atau cantik. 

Pola 3B itu ya sebatas budaya yang kemungkinan masih diamalkan oleh sebagian orang. Sekalipun ke tiga unsur pada pola 3B itu terpenuhi tidak menjadi jaminan kelak rumah tangga yang dibangun pasti menuai bahagia. Sebab, ke tiga unsur itu tidak akan abadi dan bisa berubah setiap saat. Biasanya orang sulit dapat bertahan apabila keadaannya mengalami penurunan yang drastis. Semula mendapat warisan banyak sehingga menjadilah dia orang kaya dan tampaklah mereka bahagia. Namun ketika dalam perjalanan waktu usahanya bangkrut, masihkah mereka dapat bertahan dalam kebahagiaan berumah tangga?

 Dalam hal ini, Islam telah memberi pandangan yang jauh berbeda dari budaya dan tradisi yang berlaku di masyarakat. Terutama bagi calon suami, tetaplah Anda perpedoman pada tuntunan Allah dan Rosul-Nya ketika Anda hendak menentukan pilihan calon istri. Allah dan Rosulullah Saw telah menentukan kriteria istri sholehah yang dapat menemani Anda menyusuri jalan kebahagiaan hidup di dunia hingga di akherat kelak. Berikut ini ciri-ciri istri shlihah menurut Al Qur'an dan hadits Rasululllah Saw.

 1. Taat kepada Allah dan Rosul-Nya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

 فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

 "Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka." (An-Nisa: 34) 

2. Taat kepada suaminya Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan bahwa wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara-perkara yang ma'ruf,sedangkan dalam hal maksiat tidak ada ketaatan sedikit pun. 

3. Menjaga kehormatan diri ketika suami tidak di rumah 

4. Penuh kasih sayang dan pengertian terhadap suaminya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

 أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى 

"Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: "Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha." (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257.) 

 5. Berhias dan berpenampilan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ 

"Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya". (HR. Abu Dawud no. 1417.) 

 6. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta' (bernikmat-nikmat) dengannya, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ 

"Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya". (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026) 

7. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya dan tidak berlaku boros Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda: 

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

 "Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya." (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa.)